Rabu, 18 September 2013

Hei there !

Its been long time ya ga nulis panjang-panjang di sini. Mau tau kenapa ? Hal ini disebabkan oleh banyaknya laporan kerja praktek yang harus dikejar penyelesainnya agar cepat selesai dan tidak menumpuk  (haha ini namanya laporan style tjoy). Pun sekarang, saya lagi dikejar-kejar oleh dateline laporan analisis jabatan dan analisis beban kerja. Baru aja saya menyelesaikan 1/6 dari tugas tersebut. Terus capek mikir, jadinya nulis disini deh :))

Sebenarnya, there's a thing yang mengganjal pikiran saya sehingga merasuk ke dalam emosi, ketika saya membaca postingan ini di kaskus :


Baca judulnya aja udah provokatif banget yakk? Apalagi bagi mahasiswa profesi psikologi industri dan organisasi macam saya yang diproyeksikan kerjanya akan sangat berhubungan dengan psychotest thingy.

Jadi inti dari tulisan TS di forum tersebut adalah karena lowongan kerja untuk anak psikologi itu sedikit (yang doi tulisin kerjanya anak psiko itu cuma di Rumah Sakit Jiwa dan buka konsultan), jadi lulusan psikologi itu sengaja bikin psikotest biar bisa dapet duit (Duuuh sedih banget ya bacanya :/ ) Lalu, masih menurut doi, psikotest itu ga efektif dalam menentukan performa individu, dan dia berusaha mencoba untuk memaparkan bukti buktinya. Yeah nice try gan :))

Okay this time, I try to tell you what psychology test is and how it works to predict your performance


Sebenarnya apa sih tes psikologi itu ? (Buka buku catatan dulu yakk)

Alat ukur yang mempunyai standar obyektif sehingga dapat digunakan secara meluas, serta dapat digunakan dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu
(Anastasi &Urbina, 2006)
Sekumpulan item yang dirancang untuk mengukur karakteristik individu dan memprediksi perilakunya 
(Kaplan & Sacuzzo, 2005) 

Develop alat ukur itu takes time looh, bertahun tahun lamanya. Buat satu alat ukur biar bisa valid dan realiable ini butuh beribu-ribu oraang, kebayang kan ribetnya ? Makanya, PR untuk alat-ukur-psikologis di Indonesia sekarang adalah melakukan updating terhadap alat ukur yang ada biar sesuai dengan perkembangan zaman.

Oya, to be bold : bahwasanya semua alat ukur yang digunakan  untuk recruitment itu objektif, valid, dan reliabe, even itu tes proyeksi sekalipun (semacam Wartegg, HTP, DAP, BAUM). Errornya mungkin sekitar 5- 10 %.


Kenapa sih kalo kita ikut psikotest itu macem based on lucky ? Lulus ga lulus psikotest itu based on apa ya

Jadi gini ya, biasanya yang ikut psikotest itu freshgraduate yang belum atau sedikit menyentuh dunia pekerjaan. Karena itu, pihak perusahaan belum bisa menebak bagaimana style kerjanya, apakah dia benar2 cocok di pekerjaan itu, atau apakah dia akan perform kalo di tempatin di pekerjaannya. Karena itulah psychotest exist for you hey freshgraduate :))

Nah,kalo katanya orang-orang psikotest itu based on lucky, saya sih ga setuju. Karena psikotest itu ya people-job fit. Dan biasanya ada tiga faktor yang dinilai, yaitu : kepribadian, sikap kerja, dan intelegensi. Kalo misalnya nih si calon intelegensinya tinggi banget, tapi ketika dilihat sikap kerjanya (misal nih : attention to detail kompetensi  yang paling penting nih untuk jabatan yang di apply), ternyata attention to detail dia rendah banget. Terus dilihat dari kepribadiannya, dia orangnya moody-an padahal job ini harus banget bekerja di dalam kelompok. Kesimpulannya dia tidak direkomendasikan untuk pekerjaan itu.

Kira-kira begitulah penjelasannya kenapa orang awam menyebut psikotes itu based on lucky


.........

Terakhir, saya  mau sedikit curhat mengenai pengalaman saya dalam mendalami ilmu psikologi, khususnya psikologi industri dan organisasi ini, khususnya dalam ilmu psikodiagnostik

Psikodiagnostik ini memang sangat melekat pada diri seorang psikolog, baik itu klinis, pendidikan, maupun PIO. Perbedaannya adalah pada alat ukur yang digunakan. Psikolog klinis itu biasanya penguasaan alat ukur lebih mendetail, kuratif, dan lebih ke pemaknaan disfungsi dari diri individu. Nah kalo PIO lebih ke potensi individu, proyeksi keerhasilan ke depannya.

Awal mempelajari ilmu ini sangat berat. Karena saya harus meyakinkan diri saya sendiri bahwa yeah alat ukur ini ilmiah. Dengan banyak bertanya dan membaca literatur, akhirnya saya bisa membuktikan bahwa semua alat ukur yang digunakan dalam psikotest ini insyaallah valid dan reliabel.

Dan lebih dari itu,
Sungguh menginterpretasi semua alat ukur ini tidaklah mudah. Seorang psikolog dituntut untuk tetap objetif, sesnsitif dengan semua tanda, dan mempunyai pemahaman yang luas tentang semua alat ukur tersebut. Belum lagi harus menggabungkan semua alat ukur dan dijadikan satu kesimpulan yang akan menentukan nasib manusia ke depannya. Nasib manusia dan mungkin keluarganya.

:))





Tidak ada komentar:

Posting Komentar